

Berkurban, Bentuk Rasa Syukur dan Makna Berbagi pada Idul Adha
Idul Adha sebentar lagi. Seruan untuk menunaikan ibadah haji tentu diutamakan bagi mereka yang mampu, lahir dan batin, mental dan spiritual juga pastinya material. Himbauan, anjuran ataupun ajakan untuk berkurban telah berkumandang, di mesjid-mesjid hingga di dunia maya. Bisa dimaklumi, pasti ada keinginan bagi seorang Muslim untuk merasakan makna serta pesan Hari Raya Idul Adha, berpartisipasi dalam berkurban.
Berkurban, sejarahnya datang dari kisah Nabi Ibrahim, ayah, kakek, lehuhur dari para sang Nabi penebar agama duniawi. Mimpi yang membuat galau Sang Nabi untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail, tentu membuat hatinya bertanya-tanya. Benarkah mimpi itu berasal dari panggilan Tuhan ataukah hanya mimpi buruk semata. Seorang Nabi adalah pilihan Tuhan. Keyakinan serta keikhlasan hatinya membimbing keteguhan bahwa mimpi itu adalah pesan suci. Tuhan selalu Maha Kuasa dan punya rencana indah yang tak terduga oleh para mahluk ciptaanNya. Dalam Surat As Shaaf ayat 102-111 tertulis kisah menggetarkan hati ini. Saat tiba waktu sang Nabi Ibrahim mengurbankan segenap perasaannya untuk menyembelih sang putra kesayangan, mukjizat terjadi. Sang putra nan cerdas dan sholih pun berubah menjadi sesosok "sembelihan" yang besar. Di kemudian hari, yang kita ketahui, Ismail mendapatkan gilirannya menjadi seorang Nabi.
Dari kisah agung tersebutlah selanjutnya himbauan untuk melakukan ibadah kurban bagi kaum Muslim. Makna berkurban terdalam adalah moral cerita Nabi Ibrahim, yakni kesabaran dan keikhlasan. Hewan kurban dalam konteks sosial berperan sebagai simbol kepedulian bagi sesama. Hitungan kuantitatif harta yang tersisihkan dari rezeki yang terlebihkan tentu tak akan bisa ditandingi kemuliaan arti kualitatif kesabaran dan keikhlasan yang dipersembahkan dengan niat lillahi ta'ala.
Bantu sebarkan program ini dengan menjadi Fundraiser (penyebar amal baik)
atau Anda bisa membantu menyebarkan kebaikan